Kebebasan Pers dan Pembangunan: Sebuah Masukan Untuk Penyusunan RPJMD

Memberikan masukan tentang kebebasan pers untuk penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) bukanlah hal yang lazim. Sehingga, patut untuk dimaklumi bila dianggap aneh oleh kalangan non-jurnalis. Bahkan, di dalam kalangan jurnalis saja, belum banyak yang menganggapnya penting untuk dilakukan. Kondisi ini pun diakui oleh Anggota Dewan Pers Indonesia, Yosep Stanley Adi Prasetyo. “Isu kebebasan pers belum dianggap penting,” kata Stanley, Rabu (2/3/2016).

Stanley menyampaikan kondisi tersebut sewaktu memaparkan materi “Latar Belakang Penyusunan Indeks Kemerdekaan Pers” dalam kegiatan “Pelatihan Peneliti Lokal Indeks Kemerdekaan Pers” yang diselenggarakan Dewan Pers di Bogor, 2 -3 Maret 2016. “Padahal, isu (kebebasan pers) ini penting untuk melihat pelaksanaan kewajiban negara (pemerintah) dalam menghormati, melindungi dan memenuhi hak asasi manusia,” tambah Stanley.

Walau belum lazim, namun kesempatan memberikan masukan tentang kebebasan pers untuk penyusunan RPJMD terjadi di Provinsi Bengkulu. Mewakili Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bengkulu, saya diminta menyampaikannya kepada “orang” Gubernur dan Wakil Gubernur Bengkulu yang memiliki peran memberikan rekomendasi dalam penyusunan RPJMD Provinsi Bengkulu 2016 – 2021, pada Jumat (10/3) siang, di lantai 2 Mess Rumah Dinas Gubernur Bengkulu. Melalui tulisan ini, saya ingin berbagi materi dan masukan yang telah disampaikan.

Sebagai pengantar, saya menyampaikan bahwa kebebasan pers adalah kebebasan setiap orang untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi melalui segala jenis media atau saluran yang tersedia, sebagai bagian dari dan sarana mewujudkan hak asasi manusia yang meliputi hak atas kebebasan memperoleh informasi, berekspresi, berpendapat, dan hak atas kebebasan berkomunikasi. Sehingga, membicarakan kebebasan pers tidaklah terbatas atau malah membatasinya hanya pada perusahaan pers dan jurnalis yang bekerja di perusahaan pers.

Sebagai landasannya, saya menyampaikan beberapa perangkat hukum internasional dan nasional. Untuk perangkat hukum internasional, yaitu Deklarasi Universal HAM dan Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik. Pada Pasal 19 Deklarasi Universal HAM dinyatakan “Setiap orang berhak atas kebebasan beropini dan berekspresi; hak ini meliputi kebebasan untuk memiliki opini tanpa intervensi serta untuk mencari, menerima, dan mengungkapkan informasi serta gagasan melalui media apapun dan tidak terikat garis perbatasan.”

Sedangkan pada Pasal 19 Ayat (2) Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik dinyatakan “Setiap orang berhak atas kebebasan untuk menyatakan pendapat; hak ini termasuk kebebasan untuk mencari, menerima dan memberikan informasi dan pemikiran apapun, terlepas dari pembatasan-pembatasan secara lisan, tertulis, atau dalam bentuk cetakan, karya seni atau melalui media lain sesuai dengan pilihannya.”

Untuk perangkat hukum nasional, yaitu UUD 1945, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Pada Pasal 28F UUD 1945 dinyatakan “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.”

Lalu, pada Pasal 14 Ayat (1) UU No. 39/1999 Tentang HAM dinyatakan “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya.” dan pada Pasal 14 Ayat (2) UU No. 39/1999 Tentang HAM dinyatakan “Setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis sarana yang tersedia.”

Lantas, pada Pasal 1 Ayat (1) UU No. 40/1999 Tentang Pers dinyatakan “Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.”

Selanjutnya, pada Pasal 2 UU No. 40/1999 Tentang Pers dinyatakan “Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.” Dan pada Pasal 4 Ayat (1) UU No. 40/1999 Tentang Pers dinyatakan “Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.”

Apa hubungan kebebasan dan pembangunan? Saya menyampaikan pernyataan Amartya Sen, ekonom peraih nobel bahwa “Kebebasan adalah sarana dan tujuan pembangunan”. Merujuk pernyataan Amartya Sen, sehingga tidaklah berlebih bila disampaikan bahwa kebebasan pers adalah sarana untuk melaksanakan pembangunan, dan tujuan dari pelaksanaan pembangunan.

Apakah ada relasi antara kebebasan pers dan pembangunan? Saya pun menyampaikan tiga hasil penelitian tentang kebebasan pers dan pembangunan. Pertama, hasil penelitian Besley and Burgess (dalam Coyne dan Leeson, 2009) terhadap kebebasan pers dan bencana kelaparan di 16 daerah di India yang menyimpulkan kebebasan pers merupakan faktor kunci untuk menjamin perlindungan bagi masyarakat yang rentan.

Kedua, hasil penelitian Guseva dkk (2007) terhadap 210 negara yang menyimpulkan korelasi positif kebebasan pers dengan pembangunan manusia, keamanan ekonomi, pendidikan, pangan dan kesehatan dan tata kelola pemerintahan yang baik. Dan ketiga, hasil penelitian Tandoc dan Takahashi (2012) terhadap 161 negara yang menyimpulkan kebebasan pers merupakan indikator kepuasan hidup, dan predictor kebahagiaan masyarakat.

Bagaimana kondisi kebebasan pers di Provinsi Bengkulu ? Saya harus mengakui bahwa belum ada lembaga berkompeten dan kredibel yang menelitinya. Namun merujuk data yang dipaparkan dalam dokumen Visi dan Misi Ridwan Mukti dan Rohidin Mersyah, bisa diduga bahwa kondisinya belumlah baik. Beberapa data tersebut adalah Provinsi Bengkulu menduduki urutan ke-31 terkait tata kelola pemerintahan, Provinsi Bengkulu menduduki urutan ke – 5 sebagai Provinsi dengan jumlah penduduk miskin yang besar, Tingkat dan daya saing investasi Provinsi Bengkulu rendah, dan Provinsi Bengkulu menduduki urutan ke-10 sebagai Provinsi Terkorup.

Dan apakah dugaan tersebut benar? Hasil penelitian Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) Indonesia yang akan disusun dari Indeks Kemerdekaan Pers Provinsi bisa menjadi jawabannya. Untuk diketahui, mulai tahun ini Dewan Pers akan menyusun IKP Indonesia. Hanya saja, belum seluruh Provinsi yang akan menjadi sasaran penelitian. Penelitian baru akan dilakukan di 28 Provinsi, termasuk Provinsi Bengkulu. Penyusunan IKP Indonesia akan dilakukan setiap tahun.

Lantas, apa yang perlu dilakukan Pemda Provinsi Bengkulu ? Perlu saya sampaikan bahwa sebelum membuat materi dan masukan, saya sempat meminta masukan dari Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia Suwarjono, pada Rabu (12/3). Dia menyarankan agar dikaitkan dengan Pasal 28F UUD 1945.

“Turunannya adalah mendorong kelompok-kelompok masyarakat untuk literasi media dan proaktif mendorong masyarakat memanfaatkan media. Ini roh AJI terkait kebebasan berpendapat/berekspresi dan kebebasan pers yang dijamin oleh konstitusi dan UU. Penerapannya harus didorong dengan memberikan ruang kebebasan masyarakat. Kedua, mendorong isu keragaman… Keragaman menjadi landasan kuat bagi terciptanya keadilan dan kemakmuran,” saran Suwarjono singkat.

Memperhatikan masukan Suwarjono dan realitas di Provinsi Bengkulu, saya menyampaikan masukan agar isu kebebasan pers yang perlu dimasukkan dalam RPJMD meliputi: 1. Mendorong keragaman pemberitaan media, 2. Mendorong keragaman kepemilikan media, dan 3. Mendorong partisipasi masyarakat untuk membangun dan mengelola media komunitas sebagai media alternatif.

Untuk poin “Mendorong keragaman pemberitaan media”, saya sampaikan perlu dilakukan oleh Pemda Provinsi mengingat pemberitaan mayoritas media lokal hanya pada isu politik dan hukum. Sehingga, hak masyarakat untuk mencari dan memperoleh informasi mengenai pendidikan, kesehatan, ekonomi, budaya, pertanian, perkebunan, kehutanan, lingkungan hidup, kelautan, kebencanaan, kelompok minoritas dan lainnya belum terpenuhi dengan baik. Termasuk, hak warga untuk menyatakan pendapat mengenai berbagai sektor tersebut.

Untuk poin “Mendorong keragaman kepemilikan media”, saya sampaikan perlu dilakukan Pemda Provinsi untuk mengantisipasi terkonsentrasinya kepemilikan media pada segelintir orang. Apabila kepemilikan media terkonsentrasi hanya pada segelintir orang, maka masyarakat rentan dirugikan. Apabila segelintir pemilik media lebih menonjolkan kepentingan mereka, baik secara ekonomi maupun politik, maka pemberitaan media yang dimiliki bisa diarahkan hanya untuk memuluskan kepentingan mereka. Dan, dengan mudah pula mereka mengabaikan hak warga untuk memperoleh informasi dan berpendapat.

Untuk poin “Mendorong partisipasi masyarakat untuk membangun dan mengelola media komunitas sebagai media alternatif”, saya sampaikan perlu dilakukan Pemda Provinsi untuk memenuhi hak warga untuk berkomunikasi, memperoleh informasi, berekspresi dan berpendapat. Keberadaan media alternatif penting sebagai penyeimbang informasi atau opini yang dibentuk oleh media mainstream.

Media alternatif juga penting untuk menjadi menjadi sumber informasi alternatif, terhadap informasi-informasi penting bagi publik yang mungkin saja dianggap tidak penting oleh media mainstream. Media alternatif atau komunitas ini bisa saja dibangun berbasis kecamatan di kabupaten/kota, atau berbasis pekerjaan seperti media komunitas petani, nelayan, pedagang, masyarakat adat dan lainnya.

Semoga masukan tersebut mewakili kepentingan publik, dan dapat diakomodir dalam RPJMD. Bila diakomodir, maka kepemimpinan Ridwan Mukti dan Rohidin Mersyah lah yang pertama kali memasukkan isu kebebasan pers dalam RPJMD. Dan tidaklah berlebihan pula bila dianggap sebagai indikasi bahwa mereka adalah pemimpin yang demokratis, sebagaimana diketahui bahwa kebebasan pers adalah faktor vital bagi demokrasi, dan berpartisipasi melaksanakan kewajiban negara (pemerintah) dalam menghormati, melindungi dan memenuhi hak asasi manusia. (**)

Author: Dedek Hendry

Jurnalis yang mendalami isu lingkungan hidup, gender dan komunikasi partisipatif untuk perubahan sosial.

One thought on “Kebebasan Pers dan Pembangunan: Sebuah Masukan Untuk Penyusunan RPJMD”

Leave a comment